Masjid Al Noor menjadi satu-satunya masjid yang berdiri di pusat Kota Hanoi, Vietnam. Suasana berbuka puasa di ibu kota anggota ke-7 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) itu hampir sama dengan di Indonesia.
Keriuhan langsung terjadi di ruangan seluas sekira 400 meter persegi ketika kumandang azan Magrib bergema ke seluruh sudut ruangan. Aneka penganan ringan, seperti kurma, pisang, potongan buah semangka, juga aneka gorengan yang tersaji langsung berpindah dari piring putih ke mulut. Botol-botol air mineral dan gelas-gelas berisi teh hangat dan susu tak luput dari incaran.
Seketika, suara riuh tadi berubah sedikit sunyi, berganti dengan bunyi mulut sedang mengunyah makanan. Tak lama, puluhan orang yang duduk bersila di atas karpet hijau, dan sebagian lainnya duduk mengelilingi empat meja panjang di bagian luar ruangan mulai saling menyapa. Bahasa yang dipakai pun beragam, ada yang bercakap bahasa Indonesia, Arab, Melayu, dan Inggris. Sebagian lagi bicara dalam bahasa setempat, yakni Vietnam.
Itulah sekelumit gambaran suasana ifthar atau berbuka puasa di Masjid Al Noor, Kota Hanoi, beberapa waktu lalu. Rumah ibadah umat Islam satu-satunya di ibu kota Vietnam itu letaknya di Jl Hang Luoc nomor 12, Distrik Hoam Kiem, atau sekitar 1,5 kilometer dari kantor Kedutaan Besar RI di Hanoi. Masjid ini juga sekitar 2 km dari Sungai Merah yang membelah Hanoi.
Masjid berkelir dominan putih ini dibangun pada 1890 oleh para perantau asal India. Selama Ramadan, pengurus masjid menyiapkan takjil berbuka bagi para jemaah yang umumnya adalah pekerja, mahasiswa, dan staf kedutaan dari berbagai negara termasuk Indonesia.
Beberapa restoran halal di sekitar kota yang merupakan anggota ke-7 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) itu secara bergantian mengirimkan menu berbuka ke sini.
Pengurus masjid secara bergilir mengundang kedutaan negara Muslim, seperti Arab Saudi, Pakistan, Kuwait, Qatar, Oman, Libya, Uni Emirat, Arab, dan Malaysia untuk menyediakan menu hidangan berbuka puasa selama Ramadan. Kedutaan Indonesia pun menjadi pihak yang juga diundang.
Kebetulan, hari itu adalah giliran Kedutaan Besar Indonesia yang menjadi tuan rumah untuk berbuka puasa. Aneka hidangan asli Indonesia pun meluncur ke masjid yang terletak di tengah pusat perdagangan Hanoi yang ramai.
Aroma harum rempah dari rendang, gulai daging, ayam rica-rica, cumi goreng tepung, satai ayam, seketika menyergap hidung dan membangkitkan selera. Di hari lain, menunya pun dapat berubah mengikuti giliran kedutaan besar mana yang mendapatkan bagian sebagai penyedia menu.
Misalnya ada nasi briyani, ikan saus manis, sambosa, aneka kari, satai daging, dan lainnya. Menu itu biasanya terhidang rapi dalam wadah stainless steel di teras luar masjid, mirip seperti deretan hidangan saat menghadiri sebuah pesta.
Kendati berbeda kebangsaan, menikmati berbuka di Masjid Al Noor bak sebuah akhir dari perjuangan melelahkan. Sebab diketahui, Islam bukanlah agama mayoritas di negara berpenduduk sekitar 100 juta jiwa tersebut.
Seperti dilansir BBC, jumlah pemeluk Islam di seluruh Vietnam tak sampai 100 ribu jiwa dan di Hanoi sendiri kira-kira jumlahnya tak lebih dari 400 orang. Itu pun mayoritas adalah para ekspatriat Muslim.
Seperti dikatakan oleh Miranti Ratnasari, tantangan berpuasa di Hanoi adalah menghadapi cuaca panas karena biasanya Ramadan jatuh di musim panas. Selain itu, menurutnya berpuasa di antara mayoritas penduduk yang tidak berpuasa adalah sebuah pengalaman menarik.
Warga Indonesia yang telah 18 tahun tinggal di Hanoi itu mengaku tetap bersyukur karena selalu mendapat kesempatan berbuka puasa dan melaksanakan salat Tarawih 11 rakaat di Masjid Al Noor. Miranti mengaku, selalu mendapatkan sahabat baru ketika hadir berbuka puasa di Masjid Al Noor. Lagi pula, selalu ada menu gratis untuk berbuka puasa.
"Saya sudah lebih dari 10 kali menyambut Ramadan selama tinggal di Hanoi. Selalu ada tantangan ketika berpuasa di sini, apalagi kalau Ramadan jatuh pada musim panas, maka selain merasakan panas menyengat, kita lebih cepat dehidrasi," ucapnya.
Diaspora Indonesia lainnya, Hera Nurlaela mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Vietnam karena sudah memberi kesempatan umat Islam di Hanoi mengadakan kegiatan keagamaan seperti berbuka puasa dan Tarawih. Ia juga senang karena selalu bisa berkumpul di Masjid Al Noor setiap hari untuk beribadah selama Ramadan karena pada hari biasa ia beribadah bersama keluarga di rumah.
Foto: Masjid Al Noor, Hanoi . ANTARA/Zuhdiar Laeis